Oleh : Agus Muslim
Banyak sudah persoalan yang timbul karena
memperbincangkan masalah ini di kalangan umat Islam. Dari mulai saling lempar
tuduhan ahli bid’ah, bahkan menurut saya puncak paling ekstrim dari semuanya
ini adalah saling menghalalkannya kezhaliman untuk muslim diluar satu pahamnya
yang menurut pengakuan yang menuduh dialah orang yang paling jauh dari bid’ah
dan paling sesuai dengan al Quran dan Sunnah Nabi saw. Ini adalah tuduhan yang
amat berat.
. Berangkat dari rasa keberatan inilah dan
perlu tuan ketahui sayapun telah masuk dalam orang yang tertuduh menurut salah
satu kelompok muslim ini, saya mencoba menulis tulisan yang insyaAllah maksud
saya adalah hanya ingin membuka dan melepaskan diri dari tuduhan ini.
Sebetulnya saya tidak peduli dengan semua tuduhan mereka jika bukan karena
sudah adanya pertikaian fisik disebabkan tuduh menuduh ini.
Oleh karena itu, di sini saya ingin berbagi
pemahaman tentang apa yang kita perselisihkan ini. Agar kita tetap mempunyai
rasa bahwa apa yang berbeda adalah khilafiah yang wajar terjadi, selama itu
tidak menyalahi ijma’ ulama islam di seluruh dunia dari masa ke masa. Semoga
tulisan ini membuka hati anda yang terbelenggu pemahaman yang menyatakan bahwa
orang islam di luar kelompok saya adalah salah secara mutlak.
Kita
tahu, begitu banyak metode yang digunakan ulama dalam menyimpulkan suatu
keputusan hukum yang telah diusahakan seakurat dan sedekat mungkin dengan
maksud dan kehendak yang diinginkan daripada pembawa syari’at itu sendiri,
yaitu Rasulullah saw.. Mereka mencurahkan seluruh waktu, pikiran, harta bahkan
diri mereka sendiri untuk tujuan tersebut dengan cara mengumpulkan, menimbang,
meneliti, membandingkan dan menyimpulkan sesuatu yang diyakini merupakan maksud
dan kehendak sesungguhnya dari Rasulullah saw. dari hadits-haditsnya.
Saya
yakin, tak satupun ulama mujtahid yang kita percayai kredibilitasnya, yang kita
kenal kejujuran dan ketaqwaannya dalam menyimpulkan hal tersebut mempunyai
maksud menjauhkan umat dari al Qur an dan as Sunnah. Mereka orang-orang yang
jujur perkataannya, zuhud di dunia, wara’,kuat penghambaannya kepada Allah
swt., lebih dekat masanya kepada Nabi saw., kuat sanad keilmuannya kepada Nabi
saw., ikhlash dalam niat, kuat dalam mujahadah, amat jauh dan takut dari berbuat
dosa, cerdas dan bijaksana dalam berpikir dan bicara, ber amar ma’ruf dan nahi
munkar, luhur budi pekerti dan adabnya, mempunyai ketajaman firasat seorang
mukmin, sayang dan cinta kepada umat, dan sifat-sifat lainnya yang amat mirip
dengan Rasulullah saw. apabila kita mau mengenalnya lebih dekat dengan meneliti
biographinya.
Namun
memang walaupun demikian, manusia tetaplah manusia, dia dihinggapi khilaf tanpa
kecuali. Namun apabila hanya hal ini yang kita pandang, siapakah yang mau kita
percaya untuk kita jadikan sandaran sebagai orang yang kredibel dalam menemukan
maksud dan kehendak Allah dan RasulNya dari sebuah nash untuk orang-orang lemah
seperti kita yang tak begitu paham dengan rahasia-rahasia bahasa arab dengan
baik, yang tak begitu hafal al Qur an dan hadits Nabi saw., yang tak banyak
mempunyai waktu seperti mujtahid, yang amat tergesa-gesa dalam menyimpulkan
sesuatu, yang amat kuat dorongan ego yang bisa membelokkan keikhlasannya, yang
amat lemah menguasai amarahnya, yang tak begitu hafal satu persatu perawi
hadits sebagaimana imam Bukhari, yang tak bersih hatinya dari pamrih, yang tak
kuat hubungannya dengan Allah swt., yang masih sedih hati menerima kekurangan
dan kesusahan serta sedikit keridhaan terhadap Allah swt. dan yang
jauh masa hidupnya dari Nabi saw.?
Sebuah
keputusan tidaklah harus sejalan dengan redaksi sebuah hadits. Begitu banyak
pertimbangan yang ulama lakukan untuk menghasilkan suatu keputusan disertai
dengan pencurahan pikiran juga waktu. Atas dasar hal ini, pastilah tidak semua
orang mampu dan mempunyai kesempatan yang sama. Tugas ini bukanlah tugas bagi
semua orang, bukanlah tugas kita yang awam. Sebuah pemahaman, belum tentu atau
bukanlah redaksi hadits, namun sebuah pemahaman haruslah sejalan dengan titik
temu antar nash. Jika tugas ini dilakukan orang awam, maka akan timbul fatwa
keanak-anakan yang sembrono dan simpang siur tanpa kaidah yang tetap dalam
menyimpulkan sebuah keputusan.
Kesembronoan
dan ketergesa-gesaan dalam menyimpulkan sebuah keputusan tanpa berpijak pada
ahlinya adalah hanya akan menimbulkan kekacauan dan pertikaian di tengah-tengah
umat.
Dalam tulisan ini saya ingin memaparkan
betapa sebetulnya ulama dahulu telah begitu memperhatikan semua masalah agama,
termasuk bid’ah dengan pemikiran yang amat teliti dan bijak tanpa mempunyai
niat busuk. Tulisan ini adalah sebuah rangkuman, kumpulan dari berbagai
pendapat alim ulama dan juga hasil analisa saya sendiri.
Semoga tulisan ini membawa anda pada pemahaman
baru dan kebijaksanaan dalam memandang sesuatu.Semoga ampunan Allah selalu
menyertai kami, kami sadar bahwa kami adalah manusia yang tidak lolos dari
salah dan lupa.
Silahkan download di sini.
Silahkan download di sini.